2 Stabilisasi Neonatus
PEDOMAN STABILISASI NEONATUS

Sebagian bayi baru lahir mempunyai keterbatasan adaptasi terhadap lingkungan ekstrauterin. Keterbatasan tersebut dapat diakibatkan faktor imaturitas, kelainan bawaan atau kondisi yang terjadi sebelum persalinan, misalnya gawat janin, ketuban pecah sebelum waktunya, ibu infeksi, ibu DM, ibu preeklamsia, dan sebagainya. Resusitasi yang dilakukan setelah bayi lahir adalah tindakan utama untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Target utama resusitasi adalah memberikan ventilasi dengan jalan membantu paru terbuka dan menjaganya senantisa terbuka. Tindakan stabilisasi paska resusitasi yang diperlukan pada bayi baru lahir dapat terjadi di: 

- Ruang persalinan  - Ruang transisi  - Ruang perawatan neonatus  - Ruang rawat gabung Stabilisasi paska resusitasi dimulai saat resusitasi selesai dilakukan sampai beberapa jam setelah resusitasi. Diharapkan 2-4 jam stabilisasi bayi sudah tercapai. Tidak ada batasan yang tegas antara fase resusitasi dan stabilisasi. Langkah-langkah stabilisasi secara mendasar meliputi 6 fokus: - Stabilisasi gula (Sugar and Safe Care) - Stabilisasi suhu (Thermoregulation)  - Stabilisasi jalan nafas (Airway)  - Stabilisasi sirkulasi (Blood Pressure)  - Skrining infeksi (Laboratory)  - Etika dan dukungan emosi pada keluarga (Emotional Support) Langkah tataksana stabilisasi berdasarkan kegawatannya terlebih dahulu. Gangguan pernafasan adalah gejala tersering, bisa memberikan komplikasi terutama pada otak bila tidak segera ditangani. Selanjutnya dievaluasi ada tidaknya hipotermia dan hipoglikemia, ketiga masalah tersebut sering saling berkaitan dan memberikan hubungan kausal (Trias Hipoglikemia-Hipotermia-Hipoksia). Kejang bisa merupakan manifestasi klinis dari penyebab yang bermacam-macam, deteksi dan risiko dini serta mengatasi kejang merupakan bagian penting dalam upaya stabilisasi neonatus. Stabiisasi sirkulasi merupakan prioritas berikutnya, menemukan komplikasi akbibat hipoksia yang terjasi terhadap organ jantung dan sirkulasi. Selain itu, penapisan risiko infeksi merupak hal yang penting, bila ada risiko infeksi dipertimbangkan untuk perlu tidaknya pemberian antibiotik empiris. HAL YANG HARUS DILAKUKAN BILA BAYI LAHIR DI FASILITAS TERBATAS
  • Persiapan alat dan panggil bantuan sebelum bayi dilahirkan. Penting penolong persalinan mempunyai komunikasi kerja yang baik. 
  • Persetujuan tindakan medik dilakukan oleh suami atau pihak keluarga. Di dalam persetujuan tindakan medik, sebaiknya mencakup penanganan medis 3 hal, yaitu tindakan resusitasi, stabilisasi, dan rujukan. 
  • Tentukan tempat rujukan yang TEPAT. - Menentukan tempat rujukan yang tepat sangat penting dan hal ini sebaiknya dikomunikasikan sebelumnya dengan pihak keluarga pada setiap kehamilan atau persalinan risiko tinggi. Pemilihan tempat rujukan mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu: jarak dari dan ke tempat rujukan, masalah kegawatan bayi yang akan dirujuk apakah sesuai dengan tingkat layanan yang dibutuhkan. Disarankan untuk merujuk bayi ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap peralatannya dan relatif terjangkau.
  • Lakukan beberapa hal penting sebelum rujukan. - Pahami algoritma rujukan (Skema rujukan) - Lakukan stabilisasi medik yang diperlukan mengacu pada konsep stabilisasi neonatus. - Perhatikan keamanan pasien selama proses stabilisasi dan rujukan. - Komunikasi dengan pihak keluarga dan RS yang akan dituju - Merujuk bayi dengan PMK dapat dipakai sebagai alternatif bila tidak ada inkubator. Merujuk dengan cara ini terbukti aman karena suhu tubuh dapat terjaga baik. Penting diperhatikan adalah menjaga posisi kepala agak sedikit ekstensi untuk menjaga jalan napas terbuka. Suhu tubuh bayi selama dirujuk dimonitor tiap 30 menit dan bila suhu stabil dimonitor tiap 1 jam. Jangan lupa bayi menggunakan tutup kepala dan disarankan menggunakan baju kangguru.
BEBERAPA HAL YANG HARUS DILAKUKAN SEBELUM MERUJUK BAYI:
  • Daftar tilik persiapan transportasi 
  • Persetujuan orangtua, pemberian informasi tentang komplikasi neonatus dan perencanaan awal • Persiapan bayi 
  • Gelang identitas (nama, nomor rekam medis, tanggal lahir< jenis kelamin) 
  • Non-rebreathing mask (NRM) 
  • Oro/Naso Gastric Tube (OGT/NGT) ukuran 6-8F 
  • Akses intravena perifer terfiksasi dan diberikan cairan rumatan (D10%) 
  • Kateter vena umbilikal yang telah terfiksasi (bila membutuhkan infus lebih dari 1, pada bayi dengan keadaan umum buruk) 
  • Semua jalur intravena diberi label 
  • Antibiotik intravena, jika memungkinkan telah dilakukan kultur darah sebelumnya.
  • Pemantauan berkelanjutan
  • Pemberian antinyeri intravena (morfin 0,05-0,1 mg/kg( atau oral (1-2 Expressed breast milk atau 0,25 ml sukrosa) 
  • Inisiasi perkembangan saraf (posisi, pecahayaan, dan reduksi bising) 
  • Dokumentasi pendukung (surat rujukan, catatan keperawatan, catatan 
  • observasi, rekam medis, catatan administrasi cairan, hasil patologi anatomi, riwayat obstetrik, pilihan ibu dalam pemberian asupan ASI/susu formula, kontak orangtua. 
  • Keperluan tambahan (X-ray, skrining bayi baru lahir, spesimen yang telah duambil, kontak RS)
Stabilisasi medik: 
    1. Menghangatkan, mengeringkan, serta menutup badan bayi dan ekstremitas yang bebas dari akses intravena serta memasang tutup kepala. Bila tidak ada inkubator transpor, segera gunakan metode kanguru. Pilihan pertama Perawatan Metode Kangguru (PMK) adalah dengan ibunya bila kondisi ibu memungkinkan karena ibu yang baru melahirkan mempunyai suhu tubuh yang lebih tinggi terutama di kedua belah payudara akibat tingginya aliran darah di payudara tersebut. Sentuhan bayi dengan ibu secara langsung akan memperkuat ikatan psikologis dan diyakini dapat meningkatkan produksi ASI ibu. Bila kondisi ibu tidak memungkinkan, PMK dapat dilakukan oleh suaminya atau pihak keluarga lainnya. Perlu diingat pada bayi dengan Hypoxic Ischaemic Encephalopathy (HIE) metode kanguru tidak dianjurkan.
  • Memberi bantuan pernapasan bila bayi sesak/sianosis: membebaskan jalan napas dengan memposisikan kepala menghidu dan menghisap jalan napas. Selanjutnya, bila tetap sesak/sianosis dengan laju denyut jantung >100 kali per menit: pasang sungkup laring dan hubungkan dengan CPAP menggunakan BTMS atau t-piece rescucitator. Bila sarana untuk memberikan CPAP tidak tersedia, beri VTP dengan BMS dengan laju pemberian VTP tidak lebih dari 20 kali per menit. Bila bayi tidak mempunyai napas spontan (apnea atau megap-megap) dengan atau tidak disertai laju denyut jantung
  • Pasang akses intravena perifer atau vena umbilikalis dengan cara yang sangat aseptis. Pada saat pemasangan jalur intravena, ambil sampel darah 0,2 mL untuk pemeriksaan gula darah, darah rutin, dan hitung jenis atau sampel darah 2 mL untuk pemeriksaan AGD, gula darah, golongan darah/rhesus, dan kultur darah (pada layanan dengan fasilatas laboratorium yang memungkinkan). Sebelum merujuk bayi, penting untuk memberikan cairan fisiologis NaCl 0,9% sebanyak 10 mL/kgBB selama • 30’ pada bayi cukup bulan; • 1 jam pada bayi kurang bulan >32 minggu; • 1–2 jam pada bayi kurang bulan kecil < 32 minggu 
  • Setelah pemberian cairan fisiologis selesai (d), pasang infus dekstrosa 10% dengan total kebutuhan cairan 60–80 mL/kgBB/hari; 60 mL/kgBB/hari untuk bayi cukup bulan dan 80 mL/kgBB/hari untuk bayi kurang bulan.
  • Bila waktu yang diperlukan untuk sampai di tempat rujukan lebih dari 3 jam pada bayi dengan risiko infeksi, pertimbangkan memberikan suntikan antibiotik spektrum luas terlebih dahulu, yaitu dengan memberikan kombinasi ampisilin (100 mg/kgBB/hari 2 dosis) dan bila sudah ada diuresis dapat diberikan gentamisin (5 mg/kgBB/hari 1 dosis). Pertimbangkan pemberian fenobarbital dosis bolus 20 mg/kgBB untuk 1 kali pemberian, diberikan selama 30 menit pada bayi dengan kecurigaan kejang atau dengan risiko tinggi kejang.
  • Pasang pipa orogastrik dan melakukan dekompresi lambung secara aktif dan selanjutnya pipa orogastrik dibiarkan terbuka. Pada produksi lendir yang terus menerus sehingga mengganggu jalan napas, pengisapan dapat dilakukan secara kontinu melalui mesin isap dengan tekanan minus 8 mmHg. Sebelum pipa dimasukkan ke lambung, diukur panjang pipa orogastrik dan mengevaluasi apakah pipa sudah benar di lambung
  KONTROL INFEKSI SELAMA PROSES STABILISASI   Tidak semua ibu hamil dan melahirkan selalu diperiksa status hepatitis B dan HIV. Selain itu, pada ibu yang terinfeksi baik oleh Hepatitis B atau HIV tidak memberikan manifestasi klinis. Dengan demikian, dalam melakukan tindakan medis atau perawatan senantiasa mencegah terjadi kontak langsung antara cairan tubuh bayi dan tenaga medis/paramedis.   Upaya kontrol infeksi tersebut juga memberi manfaat dalam mencegah penyebaran infeksi dari bayi yang satu ke bayi yang lain. Selain itu, memberikan perhatian khusus terhadap upaya pencegahan infeksi dalam setiap pekerjaan medis, seperti 
  • sarung tangan harus selalu dipakai pada setiap kontak dengan cairan tubuh bayi seperti darah, kulit yang luka, membran mukosa, dan semua cairan tubuh kecuali keringat 
  • hanya menggunakan 1 sarung tangan untuk 1 bayi 
  • sarung tangan tidak dapat menggantikan cuci tangan dan pemakaian alcohol based hand rub sehingga setiap melepas sarung tangan harus diikuti dengan cuci tangan dan membasuh tangan dengan cairan antiseptik 
  • setiap sebelum dan sesudah kontak dengan bayi selalu membersihkan tangan menggunakan cairan antiseptik 
  • bayi yang perlu dilakukan isolasi khusus seperti bayi dengan diare, pneumonia, infeksi kulit terbuka, infeksi stafilokokus (pustulosis, abses), cacar air, dan TB kongenital. Bila tidak ada ruang khusus, sebaiknya bayi hanya dirawat oleh satu perawat 
  • pembuatan infus, pencampuran infus, dan obat sebaiknya dilakukan dalam kondisi aseptis dan dilakukan di luar unit perawatan.
  EVALUASI BEBERAPA ASPEK KEAMAAN PASIEN SEBELUM  
  • Bila bayi dipasang sungkup laring, jangan lupa meniupkan udara 4 mL melalui semprit untuk menggembungkan sungkup wajah laring. 
  • Bila terpasang vena umbilikalis, amati ukuran kateter yang berada di permukaan umbilikus apakah masih sesuai dengan ukuran yang sudah ditentukan sebelumnya dan apakah kateter telah terfiksasi dengan baik. 
  • Evaluasi kemungkinan infus bengkak
  • Bayi dengan sumbatan saluran cerna, INGAT pemasangan CPAP tidak boleh diberikan, demikian juga pada bayi dengan sumbatan saluran cerna yang belum dapat dipastikan, namun terdapat riwayat kehamilan dengan polihidramnion. Lebih dari 60% bayi dengan sindrom Down mengalami sumbatan saluran cerna bagian atas (stenosis/atresia duodenum), Bila pada bayi tersebut didapatkan CPAP Belly syndrome sebaiknya CPAP segera dilepas dan cari bantuan untuk intubasi 
  • Pada fasilitas dengan ketersediaan blender oksigen dan pengukur saturasi oksigen (oksimeter), amati saturasi oksigen agar tidak memberikan secara berlebihan dengan menetapkan saturasi oksigen di atas 90–95% pada bayi kurang bulan dan cukup bulan. Kecuali pada bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) range saturasi oksigen ideal belum diketahui karena dipengaruhi usia gestasi, usia kronologis, penyakit dasar dan status transfusi. Dianjurkan selalu menggunakan batas alarm untuk menghindari terjadinya hipoksia maupun hiperoksia. 
  • Jangan lupa memuasakan bayi selama proses stabilisasi atau selama merujuk. Pada stabilisasi di ruang perawatan, keputusan memberika
  Wiegersma JS, Droogh JM, Zijlstra JG, Fokkema J, Ligtenberg J. 19 Iwashyna TJ, Courey AJ. 20 Lim MTC, Ratnavel N. 21 Kendall AB, Scott PA, Karlsen KA. 22 McCall EM, Alderdice F, Halliday HL, Jenins JG, Vohra S. 23 Rohana J, Khairinia W, Boo NY, Shareena I. 24 Reimer-Brady JM.25 Leppala K. 26 Taylor RM, Price-Douglas W. 27 Cummings JJ, Polin RA. 28

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *